Oleh:
Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA
Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Terjemahnya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini menunjukkan perintah untuk menikahkan yang belum menikah, baik dari kaum lelaki maupun perempuan, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk membantu menikahkan putra- putrinya dan mereka yang menjadi tanggungannya untuk dibantu dinikahkan.
Perilaku para sahabat nabi saw adalah menikahkan putri-putrinya yang sudah dewasa atau yang menjanda, tersebut bahwa Umar bin Khattab menawarkan Hafsah putrinya untuk dinikahi oleh Abu Bakar ketika Hafsah binti Umar menjanda, maka Abu Bakar menolaknya dengan halus karena Abu Bakar faham bahwa Hafsah itu akan segera dinikahi oleh Nabi Muhammad saw.
Menikahkan itu adalah kesadaran di atas rata- rata bagi manusia, karena orang pasti berpandangan bahwa jika yang dinikahkan itu sukses membangun rumah tangga maka orang yang menikahkan itu telah membentuk fondasi masyarakat yaitu tersebarnya manusia dan bertambahnya komunitas.
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yaitu; nikahun artinya menyatukan, ada juga kata zawaj artinya mendamping dua yang berpasangan.Pasangan dalam bahasa Arab disebut zaujun, jamaknya azwajun. Nikah artinya menyatukan kedua belah pihak dalam kesepakatan dan dalam kehidupan dihadapan Allah Swt, zawaj artinya mendampingkan dua yang berpasangan, yang tidak bisa tegak kecuali ada pasangannya. Dua kata inilah yang absah digunakan dalam akad nikah menurut pandangan jumhur ulama berdasar pada:
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا﴾
[ الأحزاب: 37]
Artinya : Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, “.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, “.